Pajak Terus Menaik dan Melilit

 Jika sebuah negara ingin menaikan pajaknya, dilain segala hal yang tentunya sudah diperhitungkan oleh pemerintahannya, adakah terbesit pertanyaan, "bagaimana kehidupan rakyat kecil menanggung pajak?"

Berandai-andai saja. Jika ada sebuah negara yang mayoritas penduduknya kelas menengah ke bawah menaikan pajaknya. Bukankah penduduk kelas menengah ke bawah itu akan semakin mudah untuk terjerumus dalam kemiskinan?

Saya suka kutipan buku ke delapan The Republic karya Plato:

Baiklah, kataku, dan di negara oligarki tidakkah kamu temukan orang miskin?

Ya, katanya; hampir semua orang yang bukan penguasa adalah orang miskin.

Dan bolehkah kita cukup berani untuk menegaskan bahwa di sana juga terdapat banyak penjahat, penjahat yang punya tipu daya, dan yang oleh penguasa berupaya keras untuk ditahan?

Tentu saja, kita mungkin begitu berani.

Apakah keberadaan orang-orang semacam itu disebabkan oleh kurangnya pendidikan, kurangnya pelatihan, dan konstitusi negara yang jahat?"

Bayangkan saja di sebuah negara yang masyarakatnya kesusahan memenuhi kebutuhan sehari-hari harus membayar pajak untuk kehidupan sehari-hari. Saya rasa itu hanya mengantarkan orang-orang menuju dunia kejahatan.

Tak ada maksud dan keinginan saya akan kejahatan, sama sekali. Kejahatan tidak akan pernah dibenarkan.

Tapi mengapa jika sebuah negara memiliki kewajiban untuk melindungi setiap warga negaranya, malah mengantarkan warganya ke zona yang berbahaya "kejahatan karena kemiskinan".

Jika memang ada sebuah keharusan membayar pajak yang cukup tinggi, tidak bisakah membebani yang lebih banyak kepemilikannya daripada menyamaratakan dengan yang sedikit kepemilikkannya?

Saat Budiman memiliki kekayaan senilai 100 juta, sedang Anto memiliki uang senilai 100 ribu. Memang margin yang lebih besar akan ada. Sepuluh persen dari uang Budiman 10 juta, sepuluh persen bagi Anto 10 ribu.

Budiman masih memiliki 90 juta untuk meneruskan hidupnya. Barangkali Budiman bisa memenuhi kebutuhan hidupnya selama setahun kedepan. Tapi bagaimana dengan Anto? Anto memiliki sisa uang 90 ribu, saya rasa untuk kebutuhan hidup seminggu saja Anto akan sangat kesusahan.

Katakanlah Budiman dan Anto memiliki negara sendiri yang ingin membangun jembatan yang memerlukan biaya 30 juta. Ada warga negara lain seperti Bono, Yudi, Teni, Rika, Hanif, dan lain-lain. Tapi Anto adalah orang paling miskin dan satu-satunya orang yang kepemilikannya hanya 100 ribu.

Saya rasa Budiman yang paling kaya, yang memiliki uang 100 juta. Tidak akan jatuh miskin untuk menanggung pajak Anto senilai 10 ribu untuk membangun jembatan demi kepentingan negara.

Bagaimana dengan rakyat yang lain. Jika kepemilikannya ternyata sama dengan Anto?

Saya rasa Budiman akan merasa enggan dan merasa yang negara lakukan sama sekali tidak adil. Ia akan lebih memilih membayar 10 persen miliknya dan yang lain juga membayar 10 persen milik mereka.

Anto, Bono, Yudi, Teni, dan lain-lain tentu akan jatuh miskin karena 10 ribu bagi pemegang uang 100 ribu itu cukup besar. Bahkan terhitung besar. Karena gaji mereka hanya 100 ribu perminggunya. Meskipun pajak itu 10 persen jumlah gaji perminggu untuk satu bulan. Tapi mereka yang kehilangan 10 ribu ini pasti akan merasa begitu tersika.

Sedangkan Budiman, yang penghasilannya 100 juta perbulan. Diambil 10 persen setiap bulannya tidak akan membuat Budiman tersiksa. 10 juta hanya uang yang kecil dan tidak cukup banyak ketika kamu bisa memiliki uang bersih satu bulan senilai 390 juta.

Bagaimana langkah paling bijak?

Sebuah negara selayaknya melihat lapangan. Bahwa mayoritas warganya memiliki kekayaan seperti Anto, dan kawan-kawan. Sungguhkah harus meminta 10 persen yang bagi mereka itu besar untuk membayar pajak membangun jembatan.

Apakah jembatan itu perlu? Jika memang perlu maka selayaknya dibangun jembatan itu untuk memberikan peluang menuju kekayaan lebih untuk Anto dan kawan-kawan.

Tapi bagaimana jika sebuah negara itu terbilang pernah melukai hati Anto dkk. yang membayar pajak dan dikorupsi?

Komentar

Postingan Populer