Buku (tidak) Benar-Benar Bebas Pajak
Akun instagram sebuah penebitan buku mengunggah foto dengan tajuk mempertanyakan buku bebas PPN yang naik menjadi 12%.
Lalu akun istagram penerbitan itu memberikan penjelasan apakah benar-benar bebas dari pajak? Terjadi kenaikan harga produksi; Distribusi dan logistik mahal; Biaya operasional naik; Dan, terjadi fluktuasi nilai tukar.
Lalu apa yang bisa dilakukan toko buku atau penerbitan buku selain menaikkan harga jual buku? Kenaikan itu rasanya akan lebih dipahami dan dimengerti oleh pembaca buku daripada mereka yang menaikkan pajak.
Kenaikan harga buku akan menyeret orang pada pembajakan buku. Padahal, beberapa tahun terakhir setahu saya sudah banyak penerbit yang menggerakan antipembajakan buku dengan memberikan diskon, dengan mengadakan pameran buku, dan lainnya.
Gerakan itu seperti menjadi lemah saat ada kebijakan 12% pajak yang memaksa penerbit menaikkan harga jualnya.
Berapa banyak toko buku dan penerbitan yang telah tutup karena alasan pembajakan, digitalisasi, minat baca masyarakat, minat beli masyarakat terhadap buku. Menaikkan harga jual adalah alasan paling pasti untuk tetap bertahan, daripada harus menutup pustaka.
Mungkin, dengan dinaikkannya harga jual buku. Kita yang biasanya dapat membeli 25 buku dalam setahun, berkurang menjadi 20-23 buku. Tak apa, hitung-hitung kita juga melestarikan dunia pustaka agar tetap bertahan. Daripada harus mencekiknya dengan memaksa harga tetap, sementara segala hal sudah naik.
Ah, khayalan paling tinggi saya rupanya tetap menjadi angan-angan.
Saya pernah berkhayal, jika ada keajaiban kebaikan di dunia ini, saya ingin ada subsidi terhadap buku-buku. Agar, minat baca dan beli buku orang-orang meningkat. Khayalan itu bukan untuk saya sendiri tentunya.
Saat minat baca dan beli buku masyarakat meningkat, kepintaran (kita) masyarakat juga akan meningkat.
Tidak inginkah, sebuah negara membiarkan rakyatnya menjadi lebih pintar?
Komentar
Posting Komentar