Rekam, Unggah, Bagikan!
Judul diambil dari buku Homo Deus halaman 443.
"Orang memang ingin menjadi bagian dari aliran data, sekalipun menyerahkan privasi, otonomi, dan individualitas mereka."
Di tahun 2024 ini, jika teman-teman sudah berusia dua puluh tahun. Saya rasa tidak perlu dijelaskan lagi bahwa menjaga privasi kita sendiri sangat sulit. Padahal penyebab dari bocornya privasi kita sendiri adalah tingkah laku kita sendiri.
Kita merekam, atau mengambil foto. Lalu akan mengunggahnya di sosial media. Hingga akhirnya orang lain dapat melihat apa yang kita bagikan.
Saya lagi di suatu kafe A. Saya memfoto kopi yang sedang saya minum dengan latar belakang kafe A. Lalu mengunggahnya di sosial media, dan boom! Orang atau bahkan data dari algoritma media sosial saya akan melulu tentang kafe, warung kopi, atau jenis-jenis kopi.
Semudah itu privasi hilang karena ulah kita sendiri yang tidak ingin dialienasi dari aliran data.
Bagaimana menjaga privasi kita?
Satu-satunya cara untuk mutlak terhindar dari kebocoran privasi ya dengan tidak menggunakan telepon pintar atau apa pun lainnya yang berhubungan dengan internet dan jaringan. Tapi itu tidak mungkin, sangat tidak mungkin! Apalagi untuk kita yang hidup di 2024.
Berapa banyak lowongan pekerjaan yang akan menguap begitu saja jika kita menghindar dari sosial media.
Kita tidak bisa menghindar. Karena kita suka membagikan segalanya, manusia adalah satu-satunya makhluk yang jago dalam hal bernarasi. Jadi, naluri untuk bercerita sangat tinggi. Entah menggunakan foto, video, audio, atau bahkan tulisan.
Saya suka membagikan perasaan saya, entah itu senang, sedih, bahagia, jatuh cinta, patah hati, segalanya yang saya rasakan dalam bentuk puisi atau cerpen. Teman-teman yang membaca tulisan saya tentu mengerti.
Yang dapat kita lakukan adalah membatasi apa yang kita bagikan.
Saya tidak mungkin membagikan segalanya ke dalam sosial media atau bahkan blog ini sendiri. Saya tentu tidak membagikan menu makanan saya setiap hari, apa baju yang sedang saya kenakan, dan beberapa hal lainnya yang tidak perlu dibagikan.
Sebab, jika kita membagikan segalanya. Satu algoritma akan menuntun kita untuk hidup sesuai dengan apa yang diprediksikan oleh algoritma itu sendiri.
Sebagai contoh, seseorang ingin membeli celana panjang. Maka ia mencari celana panjang itu di google atau ecommerce. Tak lama setelah itu ia akan membuka sosial media hanya untuk melihat-lihat. Tiba-tiba muncul iklan yang sesuai dengan apa yang sedang diinginkannya, celana panjang.
Bagi saya, hal itu tidak membantu. Bagi saya, hal itu menyempitkan eksplorasi saya. Jika tiba-tiba saja yang muncul adalah celana panjang hitam yang sesuai dengan keinginan, maka kita akan segera memesannya.
Padahal, jika saja iklan tersebut tidak ada. Maka kita akan mencari lagi celana panjang hitam. Kerap kali tidak sesuai, kerap kali juga mungkin menghabiskan waktu yang lebih lama. Tapi, bukankah kita sebagai manusia juga kadang bisa berubah keinginan. Kita memiliki keinginan yang tidak ada dalam algoritma.
Bisa saja, karena kita mencari lagi dan datang ke toko langsung. Maka akan menemukan celana panjang abu-abu yang lebih cocok dengan kita. Tidak seperti di iklan algoritma, tapi celana panjang biru ini sangat pas buat saya.
Jika kita menginginkan celana panjang dan mencarinya di internet. Bukan tidak mungkin kita terseret algoritma. Pilihan dari privasi kita sendiri, personal kita sendiri, sudah bukan hal yang dipermasalahkan lagi. Begitu, miris.
Komentar
Posting Komentar