Cara Menghadapi Dosen Killer
Terdapat dosen yang memiliki sifat begitu baik, juga terdapat dosen yang begitu killer!
Saya tidak ingin memunggungi fakta tersebut, memang ada dosen yang killer. Di setiap kampus pasti ada dosen killernya, bahkan di setiap jurusan (seharusnya) ada.
Apa itu menjadi citra yang buruk? Saya merasa tidak. Karena begitulah manusia dengan segala kompleksitas sifatnya. Kalau tidak ada dosen killer, bagaimana kita bisa menganggap suatu dosen baik dan sangat lembut?
Begitu juga kita yang (pernah) menjadi mahasiswa kan? Ada mahasiswa yang sangat niat, mengerahkan seratus sepuluh persen kerajinannya untuk mengerjakan tugas. Ada juga mahasiswa yang ya... sangat niat juga, kalau sudah dekat dengan deadline pengumpulan tugas.
Biasanya, tugas yang kita kerjakan dan hasilnya buruklah yang menjadi santapan nikmat dosen killer.
Lalu bagaimana cara menghadapinya?
1. Jika dosen killer memberikan tugas.
Sebaiknya kita mengerahkan segala kemampuan kita untuk mengerjakan dengan baik. Gunakan pikiran kita untuk berpikir dengan sangat-sangat kritis kalau sedang mengerjakan tugas.
Memang, kadang dosen killer masih memarahi kita jika tugasnya ternyata tidak sesuai dengan harapan beliau. Padahal kita sudah mengerjakan tugas dengan sangat niat. Tapi, dosen killer yang seperti itu pasti memberikan masukan yang itu juga merupakan ilmu.
2. Jangan pernah telat mata kuliah yang dosen killer
Sikap itu memang nomer satu sih. Ini emang tidak bisa ditolerir. Jangankan dosen killer, aku saja yang bukan siapa-siapa kalau ada orang yang janjian tapi suka telat jadi sebel. Apa lagi dosen killer kan?
Kalau suka telat. Itu berarti benahi sikap kita dulu sih. Ngaca. Kalau dosennya marah karena kita telat, saya rasa itu bukan karena dosennya killer, tapi karena kitanya aja yang kurang ajar.
3. Jangan mencoba mengendalikan apa yang di luar kendalimu
Salah dua di atas ada dalam kendali kita. Tugas yang buruk bisa kita atasi dengan mengerjakan tugas jauh-jauh hari, berusaha kritis, dan rapi. Telat, bisa kita atasi dengan mencoba sampai di kelas setidaknya lima menit sebelum jam dimulai.
Tapi dosen yang murni killer? Ah, itu di luar kendali kita. Kita tidak akan bisa menuntut agar semua dosen baik kan?
Cara yang baik untuk menghadapi dosen yang murni killer adalah memahaminya. Kadang, bukan karena dosennya killer kok. Tapi, begitulah cara dosen tersebut mengajari kita. Ketegasan yang sangat tegak itu menjadikan beliau terlihat killer untuk kita yang selalu suka bercanda.
Percayalah, entah bagaimana, pasti dosen killer itu yang membantumu untuk tumbuh.
Sebagai penutup, saya ingin sedikit membagikan pengalaman saya.
Dulu ada salah satu dosen killer yang menjadi salah satu pengajar saya. Beliau menginginkan tugas dengan sangat sempurna. Awalnya, saya sangat sebal. Karena saya merasa, bagaimana pun saya berusaha pasti akan tetap salah. Saya tidak bisa begitu sempurna.
Tapi, semakin berjalannya waktu, kesebalan saya semakin bertambah. Saya jadi semakin tidak ingin mengikuti mata kuliah beliau. Sampai pada suatu saat, entah, jujur saja saya lupa (sepertinya karena buku). Saya ingin mengubah ini semua.
Saya mencoba untuk memahami apa yang dosen tersebut inginkan. Saya mencoba melakukan yang terbaik yang saya bisa.
Hasilnya?
Pada suatu hari saya presentasi. Dosen tersebut ternyata mengingat saya. Kurang lebih di depan kelas beliau mengatakan bahwa saya tumbuh dan mau belajar, saya berkembang daripada presentasi yang sebelumnya!
Jujur, itu membuat saya bangga. Meskipun, jelas, tugas saya tidak sempurna. Beliau juga mengatakan itu, tapi beliau memperhatikan dan menghargai proses belajar.
Jadi, saya kira, memahami dosen killer itu adalah cara terbaik untuk menghadapinya.
Apa manfaatnya untuk saya sendiri? Saya berani bertaruh, tanpa ada dosen saya itu. Tidak akan ada tulisan ini. Saya juga tidak akan mampu berpresentasi dengan baik. Dulu saya hanya menghapal setiap kata yang ingin saya presentasikan.
Tapi karena tuntutan dosen itu, di setiap matkul saya jadi selalu siap dengan cara memahami materi, dengan segala kebolongan kemungkinan pertanyaan, lalu mempresentasikannya. Saya juga berusaha untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan teman dengan kritis.
Tanpa dosen itu? Ah, saya masih anak-anak yang suka merengek dan menuntut banyak hal yang sebenarnya di luar kendali.
Saya ingin menutup opini ini dengane, sebaiknya lagi yang harus kita lakukan. Masalah tugas, ketetapan waktu, dan hal yang yang ada di dalam kendali kita, sebaiknya jangan hanya dengan dosen killer.
Masa hanya sama dosen yang killer saja kita mau berusaha sebaik-baiknya? Apa tidak sungkan dengan dosen yang sudah begitu baik dan bersikap lembut?
Komentar
Posting Komentar