Koala Kumal Raditya Dika (Sastra Masuk Kurikulum)
Pada postingan sebelumnya saya menceritakan tentang buku pertama yang saya beli, Koala Kumal. Namun, pada postingan tersebut saya tidak banyak membahas tentang buku. Melainkan pengalaman pribadi saya tentang buku pertama.
Karena merasa, "seru kali ya, jika saya memberikan ulasan tentang buku-buku." Maka tidak terlepas dari kepala saya, ingin memulai mengulas buku juga dari buku pertama kali yang saya beli itu.
Koala Kumal - Raditya Dika
Membaca buku Raditya Dika mungkin seharusnya dimasukkan dalam buku-buku rekomendasi untuk Sastra Masuk Kurikulum. Jika intensinya banyak buku-buku sastra yang menjadi kontroversi karena dikhawatirkan tidak sesuai umur. Dijelaskan pula tujuan awalnya ternyata buku-buku rekomendasi itu diharapkan menjadi buku yang bisa memunculkan keinginan pelajar untuk membaca. Buku yang tidak kalah tepat adalah Koala Kumal dari Raditya Dika.
Memang permasalahan dalam buku itu berupa romantisme remaja, tapi kembali lagi. Bukankah memang permasalahan remaja adalah persoalan percintaan. Ketika suatu buku begitu dekat dengan perasaan pembaca, maka gairah membaca secara efektif akan muncul. Keinginan untuk membaca buku sampai selesai bukan lagi hal yang mustahil.
Ketika ada keberhasilan untuk menyelesaikan buku. Pribadi yang telah menyelesaikan buku akan merasa memiliki satu pencapaian. Manusia adalah makhluk yang haus akan pencapaian. Menurut saya, orang merasa hidup saat mengejar apa yang orang tersebut ingin capai. Maka, ketika selesai membaca satu buku dengan perasaan yang senang karena telah berhasil menyelesaikan membaca satu buku, pribadi akan membaca buku lagi dan lagi untuk pencapaian mereka selanjutnya.
Hal personal itu yang saya alami. Namun, beberapa kali dalam obrolan saya dengan teman-teman. Banyak dari mereka yang juga awalnya membaca buku Raditya Dika dan mulai mencintai membaca.
Bahasa yang ditulis dalam buku Raditya Dika menggunakan bahasa yang ringan dalam kehidupan sehri-hari. Mungkin, dikhawatirkan itu membingungkan remaja untuk memahami kata baku. Tapi bukankah keluwesan dalam suatu buku tidak akan mengganggu dalam membaca?
Buku Raditya Dika mungkin bisa dipertimbangkan untuk menjadi katalis dalam menumbuhkan minat baca. Terlebih minat baca pelajar. Saya tidak bermaksud mengagung-agungkan Raditya Dika. Namun, tidak ada salahnya merekomendasikan itu kepada anak muda. Jika tujuannya untuk mendompleng minat baca.
Komentar
Posting Komentar