Layang-layang
Sore itu seorang bocah bermain layang-layang
Ia tak bersama dengan teman-temannya, yang
satu pergi ke rumah nenek sekeluarga, yang
satunya sedang ikut bapaknya beli meja, yang
satunya lagi ia tidak tahu, sedang tidak di rumah.
Maka ia menaikkan layang-layang itu sendiri.
Biasanya, anak-anak kecil itu saling bantu.
Mereka berempat jadi berdua. Satu yang menarik
layang-layang, yang satunya memegangi sebelum
diterbangkan. Lalu, mereka akan beradu layang-
layang. Ketika yang satu kalah dan layang-layang
terbang. Dua yang tidak menerbangkan layang-
layang akan lari mengejar. Ketika dapat, maka
mereka bergantian menjadi penerbang layang-layang.
Tapi hari ini ia sendiri. Tidak ditemani oleh teman.
Ia berniat menunggu seorang teman, sembari menerbangkan
layang-layangnya sendiri tanpa lawan. Senja mulai menyapa,
terang mulai pamit. Teman-temannya tetap tak ada yang
datang. Gelap, hingga layang-layang tak kelihatan lagi.
"Tak peduli teman-temanku tak datang. Akan aku tunggu
malam. Aku akan adu layang-layang dengan bulan!"
Ibu, Bapaknya, tak bisa lagi sabar menunggu. Maka
Ibu, Bapaknya, pergi menyusul anaknya yang belum
pulang. Mereka ke rumah-rumah temannya, tapi si anak
tetap tak ada. Sampai teman si anak bilang, "dia suka
main layang-layang, coba Om, Tante, cari di lapangan."
Ibu, Bapaknya sampai di lapangan. Kosong tak ada orang.
Bapaknya berteriak, "Nak, pulang! Sudah malam." Tak ada
jawaban. Ibunya hanya menangis tersedu-sedu kehilangan
anak semata wayang. Konon, di dekatnya, si anak yang
tak terlihat oleh Ibu dan Bapaknya itu menyahut, "Tunggu
dulu Pak, Bu, aku mau adu layang-layangku dengan bulan!"
Komentar
Posting Komentar